Jakarta, beritapemerhatikorupsi.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pembagian sertifikat tanah sebanyak 10.300 bidang di Banyuwangi, Jawa Timur. Tanah yang diberikan sertifikat merupakan redistribusi lahan bekas hutan dan hak guna usaha.

Jokowi bilang redistribusi tanah di Banyuwangi merupakan yang paling besar di Indonesia. Selama ini banyak tanah bekas hutan dan HGU yang ditempati sejak tahun 1938 tanpa belum ada sertifikatnya.

“Dan sesuai janji yang lalu, ini adalah redistribusi tanah paling besar di seluruh Indonesia di Banyuwangi ini. Ada yang bekas lahan hutan dan bekas HGU, semua sudah diberikan, senang mboten? Sing mboten seneng ngacung saya beri sepeda, seneng nggeh,” ungkap Jokowi dalam sambutannya yang disiarkan virtual, Selasa (30/4/2024).

“Wong nggak pegang sertipikat itu dari tahun 1938 panjengan niku, nggeh mboten,” lanjutnya.

Jokowi lantas mengatakan apabila ada masyarakat yang tak punya sertifikat maka tanahnya akan berada di posisi yang rawan bila terjadi sengketa. Bisa saja tanahnya diambil alih. Maka dari itu dia menekankan pentingnya punya sertifikat tanah kepada masyarakat.

“Kalau ada lahan nggak punya sertifikat kalau ada sengketa ya kalah, sampeyan kalah. Ndak pegang ini mau apa? Kalau sudah pegang yang namanya sertifikat ini ada yang ngaku-ngaku ini punya saya. Mboten pak, ini sertifikatnya ada, luas ada, gambarnya di sini ada, pasti pergi,” beber Jokowi.

Banyak Sengketa Tanah di RI

Dia melanjutkan selama 10 tahun jadi presiden seringkali saat blusukan ke desa-desa dia menemukan keluhan dari masyarakat berupa urusan sengketa dsn konflik tanah. Semua masalahnya pun hampir sama, karena lahan tidak memiliki sertifikasi.

Bayangkan saja, di awal dirinya menjabat Jokowi bilang hanya ada 46 juta bidang tanah yang memiliki sertifikat. Padahal totalnya di Indonesia ada sekitar 126 juta lebih tanah yang harus bersertifikat, ada sekitar 80 juta bidang yang belum mendapatkan sertifikat.

“Yang terjadi selama 10 tahun saya jadi Presiden kalau ke daerah, ke desa, ke kampung itu isinya hanya sengketa tanah, urusan sengketa dan konflik tanah, karena nopo? Panjengenan mboten pegang sertipikat, setelah saya cek ke BPN ternyata bener,” cerita Jokowi.

Mulanya, Jokowi mengecek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) berapa banyak kapasitas penerbitan sertifikat per tahun. Katanya cuma 500 ribu per tahun, padahal ada 80 juta sertifikat yang jadi target untuk dipenuhi.

Artinya butuh 160 tahun bila target itu mau dipenuhi dengan kapasitas penerbitan sertifikat yang cuma 500 ribu per tahun. Maka dari itu, Jokowi meminta BPN mempercepat dan menambah kapasitas penerbitan sertifikatnya sejak periode pertamanya menjabat sebagai presiden.

“Akhirnya, saya perintah dengan segala cara apapun setahun itu harus bisa lebih dari 10 juta, akhirnya bisa apalagi sekarang sertifikat elektronik begini cepet banget. Niki dengan digitalisasi makin cepat lagi,” sebut Jokowi.

Laporan dari Kementerian ATR/BPN menyebutkan sudah ada 112.081.933 bidang tanah yang terdaftar dari total target 126 juta. Dari total bidang tanah yang terdaftar sudah ada 91.357.600 bidang tanah yang bersertifikat. Hanya bersisa 13.918.067 bidang tanah yang belum terdaftar dan tersertifikasi.

Jokowi bilang target sebanyak 126 juta bidang tanah yang terdaftar dan tersertifikasi itu bisa dipenuhi paling lambat tahun depan. Dia meminta presiden berikutnya untuk melanjutkan sisa-sisa tanah yang belum tersentuh tersebut.

“Mungkin tahun ini selesai 126 juta itu, kalau nggak meleset tahun depan lah. Biar Presiden baru yang urus, sisa-sisa yang sedikit itu. Paling-paling tinggal 3-6 juta paling ramping tahun depan, syukur syukur tahun ini rampung semuanya, karena menterinya masih muda,” pungkas Jokowi.