Bangka Belitung, beritapemerhatikorupsi.id – Humas PT Fenyen Agro Lestari (PT FAL) Reno Sinaga, dengan santai menanggapi viralnya pemberitaan terkait dukungan kongkalikong perusahaan, yang merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah akibat pajak raib dan perizinan bermasalah.
“Tidak jadi masalah bos. Pastinya perusahaan selalu berjalan dalam aturan hukum yang benar,” ujar Reno Sinaga saat dikonfirmasi Sabtu (1/2/2025).
Namun, pertanyaan ini berbanding terbalik dengan temuan yang mengindikasikan PT FAL beroperasi tanpa izin lengkap, menghindari pajak serta mengabaikan kewajiban sosial, jika benar, praktik ini bukan sekedar pelanggaran administratif, melainkan dugaan kejahatan korupsi yang merugikan negara dalam skala besar.
Penanaman illegal ribuan hektare dikuasai tanpa izin resmi. Berdasarkan data yang dihimpun, PT FAL menguasai lahan perkebunan sawit di Kabupaten Bangka dengan rincian.
Desa Cit, Desa Pugul, (Kecamatan Riau Silip) dan Dusun Cungfo, Desa Bukitlayang (Kecamatan Bakam) – 3,068 hektare, berdasarkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) No. 118,45/DINPERTAN/2017 tertanggal 29 Desember 2019.
Desa Kotawaringin, Kecamatan Puding Besar. 1.070,85 hektare, berdasarkan Pertimbangan Teknis Pertahanan (Pertek) No. 34/2023 yang diterbitkan ATR/BPN Kabupaten Bangka pada tanggal 7 September 2023.
Namun, PT FAL diduga melakukan penanaman di Desa Kotawaringin tanpa mengantongi IUP. Ini jelas melanggar Pasal 105 UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang secara tegas melarang aktivitas perkebunan tanpa izin, dengan ancaman sanksi administratif hingga Rp 10 miliar.
Ironisnya meski dugaan pelanggaran ini terang benderang, PT FAL tetap beroperasi tanpa hambatan. Pajak raib dugaan penggelapan capai puluhan miliar.
Lebih dari sekedar pelanggaran izin, PT FAL juga diduga kuat menghindari pajak dengan berbagai modus yang menggerogoti keuangan negara, di antaranya.
1. Menghindari pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang seharusnya menjadi pemasukan bagi Pendapatan Asil Daerah (PAD) Kabupaten Bangka.
2. Tidak membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) karena tidak memiliki Hak Guna Usaha ( HGU), menyebabkan potensi tunggakan pajak lebih dari Rp 10 miliar.
Jika ditelusuri lebih dalam, angka ini bisa membengkak hingga puluhan miliar rupiah, ini bukan sekedar kelalaian administrasi, tetapi indikasi perampokan terhadap keuangan negara yang semestinya dialokasikan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Plasma dan CSR: Hanya janji kosong, masyarakat ditinggalkan. Disisi lain, PT FAL juga diduga mengabaikan kewajiban untuk menyediakan kebun plasma bagi masyarakat sekitar.
Padahal regulasi perkebunan mengharukan perusahaan membagi 20℅ dari total lahan untuk masyarakat agar ikut merasakan manfaat ekonomi. Tak hanya itu program Corporate Sosial Responsibility (CSR) semestinya menjadi bentuk kompetensi bagi masyarakat terdampak diduga hanya sebatas formalitas, akibatnya masyarakat sekitar perkebunan tidak mendapat manfaat apa pun, sementara perusahaan terus mengeruk keuntungan.
Manipulasi Perizinan; Ada oknum bermain? Indikasi pelanggaran semakin kuat, dengan dugaan manipulasi dalam penerbitan perizinan, sejumlah kejanggalan yang ditemukan antara lain.
Penerbitan izin usaha yang diduga cacat hukum, tetapi tetap digunakan sebagai dasar operasional. Dugaan ini menimbulkan spekulasi bahwa ada oknum yang melindungi PT FAL. Memungkinkan perusahaan tetap beroperasi meski sarat pelanggaran.
RDP DPRD Bangka digelar menanggapi polemik ini, DPRD Kabupaten Bangka menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pemkab Bangka pada Senin, 3 Februari 2025, pukul 14.00 WIB.
“Silahkan liput langsung RDP dewan nanti jam 14.00,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Bangka, Sarli Nopriansyah.
Jika dugaan ini benar, kasus PT FAL bisa menjadi bom waktu yang mengguncang sektor perkebunan di Bangka Belitung, tanpa tindakan tegas dari aparat dan pemerintah daerah, negara akan terus dirugikan, dan masyarakat tetap menjadi korban kerakusan korporasi. (Jamalludin)