Jakarta – Kerajaan Hindu Tertua di Indonesia diketahui berdasarkan prasasti Yupa yang ditemukan di sebuah bukit di wilayah Kalimantan Timur pada 1879. Kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan Kutai.

Kerajaan Kutai diperkirakan berdiri pada 400-500 M dan terletak di tepi sungai Mahakam, Kutai, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai menjadi kerajaan tertua di Indonesia dan menjadi bukti awal pengaruh agama Hindu di Nusantara.

Bukti Prasasti Yupa Tentang Kerajaan Hindu Tertua

Prasasti Yupa adalah tujuh buah tiang batu yang berisi ukiran mengenai silsilah, tempat sedekah, dan masa kejayaan Kerajaan Kutai.

Prasasti yupa menjadi bukti dari berdirinya Kerajaan Kutai dan digunakan sebagai acuan awal perjalanan bangsa Indonesia dalam sejarah. Prasasti ini ditulis menggunakan bahasa Sanskerta dengan huruf Pallawa.

Bahasa Sanskerta merupakan salah satu bahasa kuno yang diyakini sebagai bahasa suci umat Hindu dan Buddha. Sementara, huruf Pallawa adalah tulisan yang digunakan oleh penganut Hindu di India Selatan pada tahun 400 Masehi.

Dengan demikian, berdasarkan bukti prasasti Yupa, Kerajaan Kutai didefinisikan sebagai kerajaan bercorak hindu tertua di Indonesia.

Awal Berdirinya Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai sebenarnya bernama Martapura yang merujuk pada kitab Salasilah Kutai. Kerajaan ini pertama kali dicetuskan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti dan didirikan oleh Raja Aswawarman, putra dari Kudungga.

Kudungga merupakan kepala suku daerah setempat. Hal ini dapat dilihat dari namanya yang mirip dengan penamaan Bugis, yakni “Kadungga”. Setelah mendapat pengaruh dari Hindu India, Kudungga mencoba untuk mengubah struktur pemerintahan daerah tersebut menjadi Kerajaan, yang selanjutnya didirikan oleh Raja Aswawarman.

Dengan demikian, Raja Aswawarman, yang bergelar “wangsakerta” atau pembentuk keluarga, dikenal sebagai pendiri Kerajaan Kutai Martapura sekaligus pendiri dinasti kerajaan. Pada masa itu, keluarga kerajaan terbatas pada mereka yang telah sepenuhnya menyerap kebudayaan Hindu dari India.

Masa Kejayaan Kerajaan Kutai

Menurut prasasti yupa, Kerajaan Kutai Martapura mencapai masa kejayaanya pada saat masa pemerintahan Raja Mulawarman, putra dari Raja Aswawarman. Dalam prasasti tersebut, diceritakan bahwa Raja Mulawarman adalah penguasa yang sangat dermawan karena telah menyumbangkan hadiah berupa minyak, lampu dan 20.000 ekor lembu untuk para brahmana.

Raja Mulawarman sangat dihormati dan bahkan kerap kali disamakan dengan Dewa Matahari, karena dikenal sebagai penguasa yang dekat dengan seluruh golongan kasta, yakni Brahmana, Ksatria, Weisya, dan Sudra. Atas kebaikan Raja Mulawarman, para Brahmana mendirikan prasasti yupa sebagai ungkapan terima kasih.

Kedermawanan Raja Mulawarman menjadi tolak ukur kejayaan Kerajaan Kutai Martapura. Hal ini dapat dilihat dari jumlah donasi yang diberikan oleh Raja Mulawarman kepada para Brahmana yang dapat dikatakan fantastis. Pendirian prasasti yupa juga menjadi penanda keberhasilan Raja Mulawarman dalam memimpin Kerajaan Kutai Martapura.

Keruntuhan Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai Martapura mengalami keruntuhan setelah terjadinya pergeseran politik di Jawa pada abad ke-4 Masehi. Kedatangan perantau dari Pulau Jawa ke wilayah Kutai menimbulkan perpecahan.

Pada abad ke-13, Kerajaan Kutai Martapura di bawah kepemimpinan Raja Dharma mendapat serangan dari Kerajaan Kutai Kartanegara yang dipimpin oleh Raja Pangeran Sinom Panji Mendapa. Pertempuran ini kemudian dimenangkan oleh Kerajaan Kutai Kartanegara.

Keruntuhan Kerajaan Kutai Martapura menyebabkan seluruh wilayah kekuasaannya jatuh ke tangan Kerajaan Kutai Kartanegara. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan nama kerajaan tersebut menjadi Kutai Kartanegara ing Martadipura.