Pasaman, beritapemerhatikorupsi.id – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Pasaman, Furqan menyatakan bahwa akan berpotensi gangguan psikologis anak bila dipaksa sekolah ditempat yang tidak diinginkan. DP3AP2KB Pasaman sudah berkoordinasi dengan psikolog Provinsi, dan akan turun pada Kamis 15 Agustus 2024 besok.

Hal ini disampaikan Furqan, kepada Wartawan (9/8/2024) terkait tindak lanjut pengaduan dua orang tua dari dua anak, orang tua keluarga yang mengaku dikeluarkan dari adat akibat tidak menyekolahkan anaknya pada salah satu sekolah Madrasah swasta yang beralamat disalah satu kampung di Kecamatan Padang Gelugur Kabupaten Pasaman.

“Kami sudah turunkan tim, anak itu memang mau sekolah diluar kampung tersebut. Kalau dipaksakan sekolah di sana tentu berpotensi akan menganggu psikologis anak,” kata Furqan kepada Wartawan, Jumat (9/8).

Menurut Kepala DP3AP2KB Pasaman, Furqan, waktu mereka menemui kedua anak itu pada Selasa (30/6) kemarin. Psikologis anak masih baik. “Psikologis anak bisa saja berubah-ubah. Waktu tim kami kesana, mental anak baik. Namun jangan dipaksa sekolah di kampungnya, itu berpotensi menggang psikologis anak,” terang Furqan.

Sebelumnya diberitakan bahwa publik dikejutkan dengan aturan salah satu kampung di Kecamatan Padang Gelugur Kabupaten Pasaman dugaan mewajibkan anak-anak berdomisili di kampung tersebut agar sekolah di salah satu sekolah Madrasah swasta yang beralamat di kampung itu. Bila tidak akan dikeluarkan dari adat sehingga baik buruknya tidak akan diurus kecuali meninggal dunia.

Tak main – main, ternyata aturan itu diduga benar dilaksanakan seperti yang diungkapkan dua orang tua dari dua anak ketika mengadu ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Pasaman.

“Kami dikeluarkan dari adat karena anak kami umur 4 tahun dan 7 tahun tidak mau sekolah di sekolah swasta dibawah Kemenag tersebut”, ungkap dua orang tua itu di kantor DP3AP2KB Pasaman, Selasa (30/6/24).

Disampaikannya, keluarga mereka dikeluarkan dari adat sudah diumumkan oleh kepala kampung di Masjid yang ada di kampung itu pada 26 Juli 2024 kemarin. “Sejak diumumkan di Masjid dan disaksikan masyarakat. Sejak itu juga anak kami kena mental, malu, menangis hingga tidak lagi mau keluar rumah. Anak kami tidak lagi mau tinggal di kampung kami itu,” ungkap orang tua anak tersebut.

Tak sampai disitu, orang tua dimaksud sudah berupaya membujuk anaknya agar sekolah di sana. Namun anaknya tidak mau, sebab anak dimaksud inginnya sekolah negeri yang beralamat diluar kampung tersebut.

“Kami sudah membuat pengaduan ke Polres Pasaman. Kami juga mohon perlindungan dari Dinas Perlindungan Anak Kabupaten Pasaman,” ungkap kedua orang anak ini kepada Kepala DP3AP2KB Pasaman, Furqan.

Sementara itu, Kepala Kemenag Pasaman, Yasril, telah mengklarifikasi situasi ini kepada kepala Madrasah terkait aturan tersebut. Menurut Yasril, aturan dibuat oleh masyarakat kampung dan tidak ada keterkaitan langsung dengan pihak sekolah. Namun, Yasril menegaskan bahwa jika terbukti ada keterlibatan sekolah, Kemenag akan memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Undang-Undang Perlindungan Anak

Sebagaimana diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 9 ayat (1) menerangkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakat.

Pasal 76A huruf a setiap orang dilarang memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.

UU ini juga mengatur pidana bagi yang melanggar yaitu pada Pasal 77 menjelaskan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Tim