Pasaman, beritapemerhatikorupsi.id – Merasa Hak Asasi Manusia (HAM) dilanggar dan tidak terima dikeluarkan dari adat, dikarenakan anaknya tidak mau bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM), Suka Ramai Kecamatan Padang Gelugur, Kabupaten Pasaman.

Akhirnya Rahma Nanda Zulkarnain dan Jenny Prima Hadi, orang tua dari Qiana Alifiya Rinanda dan Alfarezel Dyanra Hadi, menempuh jalur hukum dengan melaporkan Kepala Kampung dan Yayasan ke pihak Kepolisian.

Saat ditemui awak media di Mako Polres Pasaman Nanda dan Jenny, kepada awak media menyampaikan, “Kami tidak terima dengan sangsi yang dijatuhkan kepada kami oleh Kepala Kampung sejak Jumat 26 Juli lalu, yang dibacakan setelah sholat Jumat di Masjid Taqwa Muhammadiyah Sukarami.”

Kami hanya mencari keadilan dan memperjuangkan hak-hak anak kami untuk dapat pendidikan lebih baik dan berkualitas.

Kasat Reskrim Polres Pasaman AKP Andri A, S.H., membenarkan adanya pengaduan dari dua orang warga Suka Ramai atas nama Rahma Nanda Zulkarnain dan Jenny Prima Hadi.

“Dalam waktu dekat kita akan meminta keterangan pihak terkait terutama Kepala Kampung, Ketua Yayasan, Kepala Sekolah hingga Kemenag yang membawahi sekolah Madrasah tersebut,” terang AKP Andri kepada awak media.

Tidak main-main sehabis dari Kapolres Nanda dan Jenny melanjutkan perjuangan mencari keadilan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), yang di diterima langsung oleh Kadisnya Furqan, S.KM.

“Sejak diumumkan sangsi adat Jumat kemarin, anak-anak kami merasa ketakutan, malu, kena mental dan selalu menangis setiap hari. Bahkan anak kami minta pindah dan tidak mau tinggal lagi di Suka Ramai,” jelas Nanda dan Jenny dihadapan Furqan.

“Mendengar kejadian luar biasa ini, Furqan langsung menanggapi hal tersebut, kami akan segera menindaklanjuti, besok pagi tim akan kami turunkan langsung, ini sudah ancaman psikis terhadap anak,” tugas kami melindungi hak anak-anak Pasaman, tegas Furqan.

Sementara itu Wan Vibowo, ketua LSM Intel Tipikor, menanggapi kejadian ini kepada awak media menegaskan, ini adalah termasuk pelanggaran HAM, harus diusut tuntas dan hak serta keceriaan Qiana Alifiya Rinanda dan Alfarezel Dyandra Hadi, harus dikembalikan.

“Pemaksaan ini jelas melanggar UU No 26 Tahun 2000. (1) Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma.

Kejahatan terhadap kemanusiaan dapat dihukum penjara. Ancaman tersebut juga berlaku bagi setiap pelanggar HAM yang mengatasnamakan tradisi adat,” jelas Wan.

Saiful Amri/Tim