beritapemerhatikorupsi.id, Jakarta – Eks Kabareskrim Polri, Komjen Pol Purn Susno Duadji lagi-lagi berseberangan pendapat dengan pihak Mabes Polri di dalam penanganan kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada tahun 2016 di Cirebon.

Mabes Polri menyatakan bahwa ketujuh terpidana pembunuh sejoli itu bukan merupakan korban salah tangkap. 

Pernyataan itu mematahkan spekulasi yang belakangan berseliweran di masyarakat.

Hal itu terungkap dari pengakuan para terpidana yang tertulis untuk mengajukan permohonan grasi kepada Presiden RI. 

Di hadapan wartawan, Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, membacakan isi dari pernyataan yang dibuat oleh para terpidana itu.

“Saya menyadari sepenuhnya perbuatan saya salah dan menyesali akibat perbuatan saya yang menyebabkan penderitaan bagi keluarga korban maupun keluarga saya sendiri,” ujar Sandi membacakan sepenggal pernyataan tersebut pada Rabu (19/6/2024)

Menurut Sandi, pernyataan itu dibuat mereka tanpa intimidasi siapapun.Namun, pernyataan itu ditolak oleh Presiden RI, Joko Widodo.

Eks Kabareskrim tak yakin

Namun, Susno Duadji tak yakin permohonan grasi tersebut didasarkan karena pengakuan para terpidana yang merasa bersalah terlibat dalam kasus pembunuhan itu.

Titin Prialianti, kuasa hukum untuk eks terpidana Saka Tatal, tertawakan tudingan Polri yang menyebut kuasa hukum beserta keluarga terpidana mengiming-imingi uang kepada sejumlah saksi. Titin buka-bukaan soal honor dari para terpidana.

“Grasi ditolak presiden bukan berarti apa yang mereka (para terpidana) sampaikan adalah benar 100 persen, artinya yang disampaikan sebagai alasan mengajukan grasi,” ujar Susno dalam channel Youtube-nya yang tayang pada Jumat (21/6/2024)

Susno melanjutkan alasan di balik permohonan grasi oleh para terpidana itu harus didalami.

Apakah permohonan grasi itu murni karena pengakuan bersalah atau hanya untuk mendapatkan keringanan hukuman.

“Karena mereka tahu tanpa grasi mereka pasti akan menjalani hukuman selama seumur hidup jadi segala upaya yang dilakukan yang penting bisa bebas atau bisa ringan ini masih perlu pendalaman,” pungkasnya.

Tak teredukasi

Titin Prialianti, kuasa hukum dua terpidana Vina dan Eky, Saka Tatal dan Sudirman, mengaku baru mengetahui adanya permohonan grasi tersebut di tahun 2024. 

Diketahui, permohonan grasi para terpidana diajukan pada tahun 2019.

“Kami semua pengacara tidak ada yang pernah tahu kalau para terpidana itu mengajukan grasi,” katanya.

Ia malahan khawatir para terpidana itu tak diedukasi dalam pengajuan grasi sehingga mereka tidak mengetahui resiko ketika mengajukannya.

Saat kabar soal grasi ini mencuat, Titin sempat menanyakan kepada Saka Tatal dan keluarga.

“Saka Tatal dan keluarga juga tidak memahami grasi itu apa,” pungkasnya.

Gagal paham

Mabes Polri kembali mengeluarkan ‘amunisi’ yang bakal menjadi alat bukti agar Pegi Setiawan tak lepas dari jerat pidana.

Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, menunjukkan sebuah foto Pegi Setiawan yang diapit oleh dua perempuan kepada publik dan diyakini sebagai bukti kuat.

Namun, eks Kabareskrim Polri, Komjen (Pol) Purnawirawan Susno Duadji menilai foto itu masih lemah untuk dijadikan alat bukti. 

Bahkan, ia mengaku masih tidak jelas maksud Polri menunjukkan foto tersebut.

Susno menanti-nanti apa yang ingin disampaikan Sandi Nugroho terkait foto Pegi yang ditunjukkannya.

Akan tetapi, pria yang pernah mengemban jabatan sebagai Kapolda Jawa Barat di tahun 2008 itu masih belum menemukan jawaban.

“Sayang, kita menunggu-nunggu foto itu Pegi Setiawan sedang apa?” tanya Susno dilansir dari Youtube Channel-nya yang tayang pada Jumat (21/6/2024)

Sebab, foto itu tidak menjelaskan bahwa Pegi Setiawan terlibat dalam pembunuhan tersebut.

“Tidak dijelaskan apa Pegi Setiawan sedang merencanakan pembunuhan atau sedang melakukan pembunuhan atau sedang melakukan pemerkosaan karena pasal yang disangkakan. Jadi hanya foto yang dilihatkan,” katanya lagi.

Susno melihat tanpa adanya alat bukti forensik, penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka kurang kuat.

Kendati demikian, ia berharap agar pihak kepolisian sudah mengantongi cukup bukti kuat sebelum sidang praperadilan yang dihelat pada Senin (24/6/2024) mendatang.

“Kalau tanpa alat bukti forensik. Berdasarkan visum, laporan polisi dan sebagainya itu saya rasa kurang kuat untuk menentukan Pegi Setiawan sebagai tersangka. Tapi apapun juga kita tunggu dengan sabar,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jakarta