Aksi hansip dalam pertempuran juga terekam dalam jurnal ‘Penelitian Politik Vol. 3 Tahun 2006 Papua Menggugat’, yang diterbitkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Amiruddin al Rahab menuliskan hansip ikut dalam pengepungan markas Organisasi Papua Merdeka pada operasi Gagak 1 (1985-1986).

Mereka ikut dalam pengejaran OPM di Sektor B dengan area hot spot Nabire dan target operasi di Enarotali, Kebo, dan Ilaga. Aksi pengejaran ini memburu pimpinan OPM Daniel Kogoya, Tadius Yogi, dan Simon Kogoya. Sedangkan di Sektor C, Hansip turut serta dalam pengejaran pimpinan OPM Vicktus Wangmang.

“Dalam operasi Gagak 1 ini, Kodam mencatat 14 orang yang diduga OPM berhasil dibunuh dan 8 orang ditangkap bersama 2 pucuk senjata,” tulis Amiruddin.

Selain pertempuran, hansip menjadi alat politik bagi rezim Orde Baru di bawah Soeharto. Gerry van Klinken menuliskan, dalam ‘The Making of Middle Indonesia: Kelas Menengah di Kota Kupang 1930-an-1980-an’, hansip memiliki pengaruh besar di Kota Kupang sejak penangkapan simpatisan PKI. Mereka memerintahkan kepala desa menangkap aktivis Barisan Tani Indonesia, organisasi sayap PKI.

Saat mendekati Pemilu 1972, mereka pun dimanfaatkan untuk menggiring semua suara kepada Golongan Karya. “Gubernur El Tari menulis pada 1972 bahwa hansip adalah salah satu alat untuk menancapkan Orde Baru,” tulis Van Klinken.

Namun petualangan Hansip dalam pertempuran dan politik ini tak populer. Pamor mereka meredup pelan-pelan walaupun sering hadir di kampung-kampung. Kehadiran mereka lebih banyak dipandang sebelah mata, sekadar mengamankan acara-acara kampung dan hajatan masyarakat.

Redupnya hansip sendiri ditandai dengan penandatangan Perpres No 88 Tahun 2014 oleh Presiden Susilo bambang Yudhoyono. Perpres ini mencabut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1972 tentang Penyempurnaan Organisasi Pertahanan Sipil (Hansip) dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat (Wankamra) dalam Rangka Penertiban Pelaksanaan Sistem Hankamrata.

Hansip pun terancam bubar. Koordinasi mereka kini ditampung Kementerian Dalam Negeri. Namun di daerah, mereka menunggu belas kasih kepala daerah karena hingga kini belum ada lagi payung hukum untuk mereka. Hansip pun sirna ditelan zaman.