Bangka Barat – Sejumlah besar ratusan  unit ponton tambang timah jenis rajuk beroperasi di perairan Desa Belo Laut Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat (Babar), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).

Dari informasi yang berhasil dihimpun, aktivitas ratusan ponton tambang timah diduga ilegal ini sudah berjalan dalam kurun waktu 2 bulan terakhir. Namun ratusan ponton ini tak berjalan dalam 1 waktu, tetapi secara bertahap hingga di atas 100 unit.

Meski begitu, hingga saat ini tidak ada tanda-tanda tindakan tegas dari aparat penegak hukum atas aktivitas yang membuat luluh-lantak laut Belolaut. Hal demikian sangat merugikan sebagian besar masyarakat nelayan di sekitar Belo laut, seperti yang di sampaikan  oleh salah seorang warga Belo Laut bernama Ike. 

“Aktifitas tersebut sudah hampir dua bulan bang, ponton dengan jumlah ratusan sekarang. Untuk penimbangan hasil tidak ada yang koordinir, mereka menimbang (timah) di laut. Sistem mereka ini bebas dari ponton mau jual timah ke mana saja” kata salah seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya. 

Praktik di lapangan yang mereka lakukan cukup memberatkan para pekerja juga. Pasalnya.”

Meski dijual bebas ke pasaran, pemilik ponton tambang tetap dikenakan uang fee yang masing-masing diterima oleh pria berinisial IB dan PN sebesar 10 persen. Mereka mengatas namakan warga, namun dalam 2 bulan terakhir ini tidak ada sama sekali warga menerima.

“Kami masyarakat dan nelayan tidak menerima apa pun dalam dua bulan terakhir. Pada hal setiap hari mulai kerja sejak pagi, kalau air sedang pasang, malam mereka juga kerja sebagian. Tidak ada (razia) sejauh ini, cuma ada kemarin TI selam yang dirazia,” ujarnya. 

Berkali-kali Ditertibkan Petugas, Tambang Timah Ilegal tidak membutuhkan waktu lama namun kembali marak dan meraja lelah terkesan mereka tidak takut hukum atau memang Razia hanya pormalitas saja.

“Kalau yang beroperasi sekarang jenis rajuk kebanyakan, bahkan semua. Kalau kemarin pada saat ada orang PT Timah Tbk, bahasa mereka yang masih aktif membawahi aktivitas ini CV VBS, tapi saya juga tidak tahu masih aktif atau tidak mereka ini,” katanya.

Kondisi ini, kata Ike, sudah tidak wajar. Sebab, perusahaan yang membawahi aktivitas pertambangan di perairan itu maksimal 20 ponton. Namun nyatanya ada ratusan ponton  yang beroperasi saat ini di wilayah punya legalitas sepertinya, tapi koordinasi 20 persen tadi tidak diterima sekali oleh mereka.

“Sedangkan kami tanya sama pekerja ponton ada mereka setor 20 persen. Harapan Kami minta aktivitas ini ditutup, lebih cepat lebih bagus, biar masyarakat tidak di rugikan dengan hanya di atas namakan saja. Kalau aktivitas yang resmi kemarin, warga dusun dua dan tiga itu dapat persen,” ucapnya.

“Karena aktivitas tambang kemarin itu di dusun dua, sedangkan aktivitas pekerja di dusun tiga. Timah kemarin itu dibeli 120 ribu rupiah, sekarang turun 100 ribu, jual ke luar. Banyak bang hasilnya, itu ada videonya saya kirim,” tuturnya. 

Untuk ini kepada GAKUM dan KLHK tolong di tertif kan bila perlu di tutup agar masyarakat setempat tidak di rugikan, 

Kami percaya sebagai penegak hukum suda jelas Profesional dan konsisten dalam menegakan hukum dan peraturan. 

Red